TEMAN SEJATI
Dalam kitab Adabul Mufrad, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Tidaklah saling mencintai dua orang dalam agama Allah Ta’ala,
kecuali orang yang paling utama di antara keduanya adalah yang paling besar cintanya pada sahabatnya.” (H.R. Bukhari).
Hadits ini memberikan gambaran yang bagus kepada kita tentang bagaimana kita berusaha menjadi teman yang baik bagi sahabat kita. Atau juga pedoman yang bagus dalam memilih teman. Seringkali kita tidak bisa menjadi teman baik bagi teman-teman kita. Atau malah kita sendiri yang ternyata salah dalam mencari teman.
Sabda Rasul tersebut di atas mengajarkan kepada kita untuk saling mencintai dengan teman-teman kita. Saat ini, jarang sekali kita menyaksikan persahabatan yang sehebat di masa Rasulullah. Dikisahkan, saat Rasulullah dan para sahabatnya hijrah ke Madinah dari Mekkah, mereka disambut dengan suka cita oleh penduduk Anshor (Madinah). Bahkan serta merta mereka menawarkan berbagai kebaikan kepada kaum Muhajirin. Dari mulai pakaian, rumah, makanan sampai ada sahabat anshor yang rela menceraikan salah satu isteri yang dimilikinya untuk ‘diberikan’ kepada sahabatnya kaum muhajirin. Ini sebagai bukti bagaimana ia begitu mencintai sahabatnya. Dan ini betul-betul pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua.
Malah, sikap kita dalam mencintai sahabat kita seharusnya seperti mencintai diri kita sendiri. Rasulullah bersabda; “Perumpamaan kaum muslimin dalam urusan kasih sayang dan tolong menolong bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan (merasa) panas.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, sangat disayangkan, saat ini kaum muslimin telah kehilangan perasaan dan pemikiran. Bahkan sebagian dari mereka malah terpisah antara pemikiran dengan perasaannya. Ini memang memprihatinkan. Ibarat tubuh yang sudah terpecah-pecah, ia tak merasakan lagi sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya ketika kakinya dibakar api, misalnya. Karena kaki itu sudah terpisah dari tubuhnya. Keadaan kaum muslimin saat ini pun tak jauh beda dengan perumpamaan tersebut, karena ternyata kita masih beku dan hanya mampu berdiam diri ketika sebagian saudara kita mendapat musibah. Malah tak jarang yang kemudian membiarkan–dengan anggapan bahwa itu bukan familinya. Betapa rusaknya perasaan sebagian kaum kaum muslimin saat ini.
Apalagi ketika mereka terpecah-pecah dalam memberikan dukungan kepada salah satu parpol peserta pemilu. Tak sedikit yang akhirnya memilih bentrok fisik dengan sesama saudaranya, sesama sahabatnya. Menyedihkan memang. Tak lagi merasakan ukhuwah di antara mereka. Bahkan tak lagi menjadikan teman baik sehingga bila perlu harus disingkirkan–demi sebuah parpol yang didukungnya. Padahal, kita semua tahu, bahwa perbedaan jangan menjadi alasan untuk tidak menjadi teman baik. Karena kita tetap satu tubuh, yakni sebagai seorang muslim. Padahal muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara. Kenapa mesti bertengkar? Pertengkaran hanya akan mengakibatkan kita terpecah dan berantakan. Kondisi ini sangat diinginkan oleh para pendengki dan pembenci Islam. Mereka akan bersorak bila ternyata kaum muslimin terpecah dan saling ‘menikam’.
Teman baik ialah yang bisa memberikan kebahagiaan di saat kita mendapat musibah dan bisa mengingatkan ketika kita lalai dan berbuat maksiat. Teman yang baik tidak pernah menanamkan kebencian kepada kita dan tak pernah mengajarkan kedengkian kepada kita. Dan kita semua adalah teman, kenapa harus saling menjegal dan memburu seperti kepada musuh? Kata Rasul, sahabat (teman) yang baik adalah yang tidak mendzalimi kita dan tidak menyerahkan kita kepada musu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar